Ilustrasi/Foto:123rf.com |
"Jadi ini gempa swarm, bukan susulan. Kalau susulan kan ada gempa utama, tapi ini dari pertama sampai yang terakhir karakteristiknya sama, gempa tektonik dangkal. Dari Sabtu kemarin sampai pukul 18.00 WIB saat ini sudah ada 34 kali gempa swarm", jelas Daryono selaku Koordinator Bidang Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami BMKG.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan gempa yang terus berlangsung di wilayah Ambarawa Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga merupakan jenis gempa swarm dan perlu diwaspadai meski memiliki kekuatan magnitudo yang kecil namun memiliki frekuensi tinggi dan berlangsung dalam periode lama.
Melengkapi keterangannya, Daryono menuturkan, beberapa penyebab gempa swarm antara lain berkaitan dengan transpor fluida, intrusi (terobosan) magma, atau migrasi magma. Fenomena tersebut menyebabkan terjadinya deformasi batuan yang berada di bawah permukaan zona gunung api.
Tak hanya kegiatan kegunungapian, gempa swarm dapat terjadi di daerah non vulkanik, atau daerah dengan aktivitas tektonik murni. Swarm dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan yang rapuh dan mudah mengalami retakan, tambahnya.
"Terkait fenomena swarm yang mengguncang Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya ada dugaan jenis swarm tersebut berkaitan dengan fenomena tektonik (tectonic swarm), karena zona ini cukup kompleks berdekatan dengan jalur Sesar Merapi Merbabu, Sesar Rawa Pening dan Sesar Ungaran," kata Daryono seperti dikutip dari laman CNN Indonesia .
Daryono juga menyoroti bahwa sebetulnya gempa swarm ini tidak membahayakan. Walaupun demikian, rumah dengan struktur bangunan yang lemah dapat mengalami kerusakan akibat gempa swarm ini.
Editor: Iwan Alfianto