Bali, SEMARANG Post - SMESCO Indonesia dan Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) persembahkan Festival Tumpek Wariga 2024, perayaan rasa terima kasih kepada alam atas keberlimpahan dari alam untuk kehidupan. Mengusung tema "Forestry in Harmony", menegaskan komitmen memupuk keselarasan hubungan antara manusia dan alam.
Tumpek Wariga, berakar tradisi Hindu, perwujudan ajaran Tri Hita Karana yang menekankan saling keterkaitan hubungan manusia dan pentingnya upaya bersama dalam pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Bekerja sama dengan berbagai mitra, Festival ini bertujuan mengangkat prinsip rantai nilai kolaboratif guna meningkatkan aksi bersama antara pelaku usaha dan para aktor pendukungnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Festival Tumpek Wariga 2024 menjadi platform unik menggabungkan Tiga Pilar penting guna mewujudkan keharmonisan antara manusia dan alam, mencakup signifikansi spiritual Tumpek Wariga, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukung pelestarian, serta manusia sebagai makhluk ekonomi melalui praktik bisnis berkelanjutan.
Rangkaian kegiatan meliputi talkshow dan lokakarya pada hari pertama di SMESCO Hub Timur, dilanjutkan eksplorasi hutan dan penelusuran komoditas pada hari kedua di Hutan Belajar Bali Barat. Sedangkan di hari ketiga peserta diajak tur ke pusat produksi Conservana, sebuah perusahaan yang mengedepankan pengelolaan hutan berkelanjutan berbasis komunitas.
Hutan Belajar Bali Barat sebagian dikelola Conservana bersama dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) Giri Amertha, memiliki luas 37.182,13 hektar dan merupakan kawasan konservasi dengan keanekaragaman hayati terestrial maupun laut.
Secara umum, dengan dikelola melalui prinsip perhutanan sosial, komoditas hutan non-kayu olahan dapat menghasilkan 25.000 dollar per hektar. Kolaborasi dan gotong-royong dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan selain mengembalikan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan, juga alternatif ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Gelaran festival dimulai pembukaan di hari pertama oleh Leonard Theosabrata, Direktur Utama SMESCO Indonesia, kemudian pidato Asisten Perekonomian Dan Pembangunan Sekda Provinsi Bali, Dr. I Wayan Serinah dan Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim Jawa, Bali, Nusa Tenggara KLHK, Haryo Pambudi. Acara dilanjutkan talkshow ‘Tutur Cerita Lestari: Menuju Ekonomi Restoratif Dengan Rantai Nilai Gotong-Royong’ dan lokakarya untuk memahami konsep Kanvas Rantai Nilai Gotong-Royong.
"bahwa micro-processing dari komoditas di masing-masing daerah bisa menjadi penguatan ekonomi di daerah. Dengan adanya industri pengolahan, tenaga kerja lokal dan investasi bisa diserap " ungkap Leonard Theosabrata.
Sehingga tidak perlu mengorbankan lingkungan hidup dan kerusakan sosial budaya yang bisa terjadi karena over-investment ataupun over-exploitation dari daerahnya masing-masing, imbuhnya.
Senada diungkapkan Haryo Pambudi, Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim Jawa, Bali, Nusa Tenggara KLHK, bahwa dalam konteks adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, manfaat hutan selama ini berkontribusi pada pencapaian target kontribusi nasional.
Sektor kehutanan juga telah memperoleh pembayaran berbasis kinerja dari GCF.Sebagai contoh Provinsi Bali memperoleh alokasi sekitar 205.488 dollar dana yang dikelola oleh BPDLH tersebut.
“Peluang yang masih perlu kita akseskan ke internasional adalah manfaat selain karbo ” tegas Haryo Pambudi.
Melengkapi keterangannya, Festival Tumpek Wariga memperkenalkan para peserta yang mewakili berbagai pemangku kepentingan kepada manfaat tersebut yang berupa jasa lingkungan ataupun komoditas yang dikelola secara berkelanjutan termasuk yang dilaksanakan melalui Program Kampung Iklim.
Pada sessi talkshow Tutur Cerita Lestari membahas upaya kolaboratif dalam mencapai ekonomi restoratif, dengan topik khusus pada studi kasus Hutan Belajar Bali Barat yang dikelola oleh Conservana dan KTH Giri Amerta.
Diskusi ini bertujuan memperkuat kerja sama di antara para pemangku kepentingan di sektor berbasis sumber daya alam seperti agroforestri, sejalan dengan misi SMESCO untuk menjadikan SMESCO Hub Timur sebagai pusat pengembangan ekonomi dan investasi di Indonesia bagian timur. Diskusi ini juga menjadi pengantar untuk membahas Kanvas Rantai Nilai Gotong Royong yang menjadi pendekatan kolaboratif dalam meningkatkan nilai komoditas berbasis alam seperti agroforestri.
Bupati Trenggalek sekaligus Wakil Ketua APKASI, Mohamad Nur Arifin, yang juga hadir, mengungkapkan pentingnya pelestarian dan pemulihan alam dalam peningkatan ekonomi daerah. Menurutnya, investasi yang punya nilai, tidak cuma baik bagi bisnis itu sendiri tapi juga ke masyarakat.
“Bisnis bisa sustain ketika lingkungan juga sustain,” tambah Nur Arifin.
Sekitar 70 persen dari pendapatan kabupaten Trenggalek merupakan kontribusi dari alam. Hutan yang terjaga dapat memberikan banyak pilihan portofolio investasi, seperti komoditas hasil hutan, keindahan bentang alam untuk ekowisata, dan budaya masyarakat lokal bisa menjadi atraksi tersendiri bagi pariwisata.
Acara yang dihadiri sekitar 100 peserta yang terdiri dari pelaku usaha, investor, organisasi pemungkin, mitra pembangunan, serta pemerintah, baik pusat maupun daerah, diharapkan dapat menumbuhkan potensi komoditas berbasis alam dan menarik investasi.
Festival Tumpek Wariga 2024 menjadi momentum kolaboratif yang terus mengilhami dan mendorong perubahan positif membangun ekonomi yang berkelanjutan, menghormati alam, dan memperkuat hubungan gotong-royong di tengah-tengah masyarakat.
Editor : Anast